Blog ini cuma sebuah laku bacalah, bukan bacakanlah.

Sebab bisikan selalu jatuh lembut di telinga, tak seperti teriak yang menghantam pekak.
Tidak seperti gema yang menggelantah dengan dobrakan gelora, melainkan lebih ingin gaungnya pribadi dan dadi abadi.
Untuk disimpan di dalam batin, bagai bersemedi di dalam nadi.

Makna bersembunyi pada selumbar-selumbar semantik, pada pendar-pendar punktuasi. Walaupun ia akan dijumpai bilamana dicari.

August 5, 2010

a bait of memory

Ia mengisap rokok dalam-dalam. Aroma tembakau meluruhi ruangan.
"So whats the deal?" tanyanya.
Tak habis pikir aku sama sekali. Striker maniak macam dia bisa selalu menghabiskan tidak kurang dua bungkus rokok per hari.
"Kamu boleh ngudut tapi sebanyak aku saja," jawabku.
"You're not a smoker," katanya mengejek.
"I do smoke."
"Eventually, yes... Hahaha"
ia mengacak ringan rambutku.
"At least try," aku melunak juga.

Tawa lagi. Namun ia tidak membantah. Maupun bicara sepatah.
Sebab saat bercakap dianggapnya sudah selesai.
It's a time for unspoken words.

Tangannya bergerak meraih gitar yang tergeletak di tempat tidur, lalu memainkannya.




I think there'll come a day when I won't miss or wonder about him anymore. But I guess today won't be it. Every atom of me miss him; so schlecht.