Blog ini cuma sebuah laku bacalah, bukan bacakanlah.

Sebab bisikan selalu jatuh lembut di telinga, tak seperti teriak yang menghantam pekak.
Tidak seperti gema yang menggelantah dengan dobrakan gelora, melainkan lebih ingin gaungnya pribadi dan dadi abadi.
Untuk disimpan di dalam batin, bagai bersemedi di dalam nadi.

Makna bersembunyi pada selumbar-selumbar semantik, pada pendar-pendar punktuasi. Walaupun ia akan dijumpai bilamana dicari.

June 25, 2008

reflection of the day

L E B A M ; for every single soul who is trying too hard

Tuhan juga menciptakan ironi
kecantikan tidak selalu kebaikan
kepandaian tidak selalu kesuksesan
kemewahan tidak selalu kepuasan
kesenangan tidak selalu kebahagiaan

biar semua jadi rancangan nasib
karya unisono
sang Maha Sufi

mencoba menafsirnya lebih cendekia ketimbang mencoba merubahnya
cukup menanti, melihat dari tepi

kalau tidak
suatu saat logika pasti akan membentur
nanti kalian jadi sakit, biru-biru lebam
terkena benturan.

June 17, 2008

status quo

Adolf (monolog serpihan hati) :
Kepada sang tiada.

A
bout you, Ev, there’s nothing hard for me deciding, since the first time I knew.
Also nothing hard for me keeping you, do it naturally.
But now I find it’s hard for me burying you.
Ya, ketika sesuatu itu tulus maka ia akan abadi.
Ikatan. Kasih sayang. Rasa sakit. Tutti.

Genap setahun sudah aku mencoba berdamai dengan diriku di dalam penyangkalan. Mencoba segala hal, kamu tahu.
Contemplation, distraction, determination, supplication.
Tapi kerusakan telah terjadi, dan tak ada yang bisa dilakukan untuk itu.
Aku menghentikan upayaku.

Cukup sebuah pesawat jatuh untuk menamatkan segalanya, membuat Praha sungguh menjadi finale song. Tepat sehari saja setelah harapan hari esok dibangun.
There are never ending questions for a reason.

Marius Pontmercy, tokoh dari karya LesMis Victor Hugo yang tersohor, ingat? Aku menceritakan kisahnya dengan gadisnya padamu, dan kamu serta merta menyatakan bahwa ia merupakan pria berwatak paling sentimentil serta irasional.
Kamu juga memvonis lirik-liriknya picisan. ‘Do I care if I should die, now she goes across the sea?’, unbelieveable!; you said that, aloud. Tetapi kukatakan padamu Ev, since the first time I’ve thought Marius is great. He is that figure, a man of honour. And now, I’ll tell you, I can also feel what he felt. Despair in his soul, he wasn’t lying about that.
E
vita, once again, love against all logic.

None could accept your accidental demise. No one. Keluargamu, mereka menimpakan kesalahan kepadaku. It’s not such big deal, I know they put me as jinx in their eyes (as always, hm), but here the truth is they couldn’t admit it.
About losing you, about pain from aching heart.
Walaupun demikian, mereka bertenggang rasa dengan menerimaku selama upacara pemakaman. Mengambil sikap menghargai (meski tampak masih sulit mengakui) hubungan kita. Kurasa mereka mencoba menghormatimu dan pilihanmu. Barangkali semua masa berat yang kita lalui memang hampir mencapai garis akhir.

Lalu mengapa ketika masa menuai tiba, kamu pergi? Tidakkah itu berarti kamu ingkar akan ikrar?

Aku berada di Bandung sekarang.
Memijakkan kaki ke tempat ini, sekali lagi, setelah sekian lama.

Nyatanya waktu berlalu tetap tidak sebanding dengan kenangan yang telah terpatri. Every place can bring back it all. Kudapat semua gambaran itu saat disini, setelah aku sempat pergi ke berbagai tempat, mengetahui dan mengerjakan berbagai hal baru. It is quite awkward, actually.

Tetapi siapa dapat mendebat mengenai keterikatan kuat kita dengan tempat ini?

It’s always being our homeland. Bukankah kita bahkan menyebutnya Bandung kotakita yang sejuk? And I mean it in every time I say it. Kota kita adalah sebuah metafor masa depan kita, aku dan kamu adalah personifikasinya. Dan kurasa kamu mengerti. Pasti.

Kamu bicara dalam bahasa yang sama denganku.
Kamu bernyanyi pada nada yang sama denganku.
Kamu melukis dengan aliran yang sama denganku.
Dan ibarat sajak para pujangga, kita selarik. Hingga berima sama.


Kini ada lubang besar di tempat yang selalu kamu isi. Menandai yang pernah rekat dan lekat, telah dikoyak secara paksa. Sebagaimana janin dikuret dari uterus sanctuary-nya. Sebagaimana rambut direnggut lepas dari kulit kepala. Tertarik, teriris, membelah. Sontak, keras, kasar, cepat, mendadak. Kesadaran akan kehilangan baru muncul sesudahnya, tatkala luka yang ditinggalkan perlahan mulai mengucurkan darah.

Evita, lukaku masih terbuka sampai hari ini.
Luka itu terletak di inti yang mengisi ruang paling dasar pada jiwa. Sehingga sangat dalam untuk menginfeksi siapapun juga terlalu dalam untuk dijangkau siapapun.
Setahun ini aku belajar bahwa benar, membiarkan adalah jalan terbaik untuk hal yang telah terbenam jauh dari permukaan.
And I’d better let it be.

Obviously, keep saying everything is fine is not cheering, but it won’t make things worst. Karena sudah tidak memungkinkan untuk menambalnya. Harga yang dibayar sudah merupakan harga pantas.
Tidak semua orang berjuang demi cintanya, dan tidak semua dari mereka yang berjuang berhasil. Yang dapat kulakukan hanyalah menjalani hidupku. Persoalan bagaimana aku tak tahu. Mungkin dengan tidak selalu bersikukuh melibatkan apa yang kurasakan. Biar aku baktikan untuk karitatif sementara aku menanti.

Because earth hath no wound that heaven cannot heal.
In nomine Iesu Christe. In nomine Iesu Christe.

Cukilan dari Chairil berkata,
Taman punya kita berdua
Tak lebar luas, kecil saja
Satu tak kehilangan lain dalamnya
Bagi kau dan aku cukuplah
Kecil, penuh surya taman kita
Tempat merenggut dari dunia dan nusia

I’ll see you in our Eden— the only place where we should be, where we belong to be,
together from the very beginning of existence.
Kita akan kembali bersama disana. Disatukan oleh hakikatmu, sebagai tulang rusuk bahagian dari diriku. Bersabarlah.


had taken from : Biarkan Evita dengan Adolfnya [PART 3 - end]
kisah ini ialah terusan dari prekuelnya: kisah dua anak manusia pada awal genesis. because this is the whole story about Adolf and Evita,
the very son and daughter of Adam and Eva.