Blog ini cuma sebuah laku bacalah, bukan bacakanlah.

Sebab bisikan selalu jatuh lembut di telinga, tak seperti teriak yang menghantam pekak.
Tidak seperti gema yang menggelantah dengan dobrakan gelora, melainkan lebih ingin gaungnya pribadi dan dadi abadi.
Untuk disimpan di dalam batin, bagai bersemedi di dalam nadi.

Makna bersembunyi pada selumbar-selumbar semantik, pada pendar-pendar punktuasi. Walaupun ia akan dijumpai bilamana dicari.

February 8, 2008

vagueness

Evita (catatan sebuah hati) :
Adolf, pukul berapa sekarang di belahan Barat bumi?
Di kota Malang ini hampir pukul 3 sore, menjelang senja. Anginnya sejuk. Dan udara bersih yang kuhirup saat ini (aku berada di teras bagian depan villaku), mengingatkan pada udara yang sama dengan Bandung dulu.


Bandung kotakita yang sejuk, demikian kamu membahasakannya.
Hanya saja sekarang Bandung mulai lebih ramai, lebih bising, lebih cemar.
Ruang gerak publik terbatas.
Bandung post-modernist terkontaminasi polutan, dan terkontaminasi gaya hidup urban. Ya, apalagi kalau bukan ulah alih para budak komersil yang maniak sorotan, para keparat yang akalnya hanya sepanjang deret nominal, para bourgeouis yang buta dari nilai-nilai segi humanis? Realita mencuatkan Bandung yang sejati dalam proses ke tiada. Digantikan kota tak dikenal yang gemerlap namun maya. Kita, yang warga kota asli sebenarnya korban karena kehilangan kenyamanan. Kalau kamu di sini pastilah kamu akan mencaci bersamaku.

Apa kamu masih bertanya-tanya mengapa aku memilih kota ini untuk berlibur? Atau mungkin melarikan diri, menghindar, named it, seperti yang kamu pernah utarakan padaku dengan cibiran dan cerutu di bibirmu. Tetapi, omong-omong, aku masih mengingat detail semua itu ya. Aku bahkan masih ingat Esse pertama yang kamu berikan padaku. Memory is priceless. Promise, really different, is the conditional one.
Though it was deal when self was wrapped each another, but when the beloved presence gone and left nothing but grief, heaven knows... Perspektif bahwa hidup itu keras pun tidak pernah kurasakan sampai kamu berlalu dari hari-hariku. Jadi aku menyimpulkan; memang kamulah perisai itu.

Because I can easily describe that pain now.

Rasanya aku benar-benar telah menanggalkan seluruh harga diriku, open all I keep unopened, dan membiarkanmu melihat kerapuhanku. Bukan begitu niatnya (be condescending is just not my thing, you know). Tapi sudahlah, sesekali tak perlu menghapus apa yang telah ditulis. Lagipula dari awal kamu sudah suatu eksepsi. Dan aku cukup lelah. Kamu tahu, bahwa mengENTER lebih mudah daripada menekan BACKSPACE? Seperti hidup yang senatiasa berjalan ke depan?

Pada saat aku menulis ini pun aku menyadari, aku telah berkembang jauh dari aku yang rasional, struktural, realis (dalam istilahmu: formatur. you’re truly a scoffer!); aku dulu tidak tahu falsafah hidup semacam itu. You’d changed it a big part. Bloody hell.

Toh aku belum memutuskan kapan aku mengakhiri escaping effort ini (see, I finally admit it). Tak sanggup rasanya kembali pada rutinitasku. Determination along a day everyday.

All that marketing stuffs have been giving a migraine when it starts spinning in my head. Seharusnya aku sadar aku takkan pernah jadi staf marketing yang baik sejak bertemu denganmu. Kami, para staf marketing, adalah kaum optimis; berlawanan sekali dengan embitter concept yang kamu anut (pula injeksikan ke dalam diriku). Kami berdedikasi, kami menjawab luar biasa saat ditanya kabar (kini aku lebih sering membalas sapa dengan tatap kosong), kami fleksibel (which is defined: we cannot have a better tomorrow if we are thinking about yesterday all the time. okay then, I wouldn’t have done with it), dan semangat kami konsisten (too tiring). Aku tidak dapat terus-menerus berpura-pura aku bagian dari mereka. Tapi lebih tidak dapat lagi berusaha aku bagian dari mereka.
Well, however, I’m the Marketing Manager now. That’s why I need this rest (sigh).

Di daerah ini terdapat sebuah pertapaan biarawati, Adolf. Aku sempatkan berkunjung kesana dua hari lalu, ternyata tempat itu tenteram sekali. Terletak di perbukitan yang asri. Mungkin disengaja. Keheningannya cocok untuk orang-orang yang ingin melakukan retret, pemeriksaan batin. Terkadang kamu juga melakukan itu. Aku tidak pernah sama sekali walau kita berdua sama-sama Nasrani. Kita memang berasal dari dua muasal yang beda, tetapi ketika aku kemukakan itu, kamu dengan tenang mengutip kata-kata Gie: kita berbeda dalam semua, kecuali dalam cinta. So you reassured me that it doesn’t matter. Kamu biasanya sinis, tapi saat itu aku menilai kamu tulus, atau aku yang dangkal, Adolf?

Kembali tentang biara ini. Kunjungan isengku membuat aku tertarik dengan hidup membiara. Tembok-tembok biara nampaknya cukup kokoh menjaga kita dari dunia luar, sebab dunia tempat kita tinggal saat ini tempat yang berbahaya (we live in a simulation of abattoir cage, with many slaughters, do you consider that?). A little careless may hurt a lot. Bagaimanapun biara memberikan perlindungan itu. Sebagai awam, aku jadi agak meragukan kemurnian kaul para biarawati tersebut, untuk membaktikan diri pada Tuhan sepenuhnya, atau menuruti jiwa pengecut mereka (no offense, everyone has this side) untuk menghilang dari dunia yang fana?

Kamu kangen sabuga dan kedai jalan pasteur tidak, Adolf?
Oh, let me rephrase that. Kamu ingat sabuga dan kedai jalan pasteur tidak? Hahaha aku tak paham. Mungkinkah hal-hal membahagiakan tidak ditakdirkan untuk keabadian? Kehidupan sarat rintangan. Rintangan itu wajar, tetapi bila ia teramat jahat mungkinkah menekan terlalu kuat?

Mungkin itu yang membuatmu meninggalkan aku?
You owe me a big explanation. I don’t even know the crucial about you-stepped-away trouble. So suddenly. So oddly.

tegar.ialah.bentuk.eufemisme.dari.penyangkalan
Question is, how long could it stand?

Adolf, the thing is.. Aku membutuhkan satu kepastian yang dapat kupegang. Untuk kujadikan tujuan hidup. Untuk kujadikan alasan hidup. Kamu pikir mengapa aku sampai kepada pikiran gila lari ke biara sementara aku tidak sedikit pun concern dengan segala hal mengenai agama?
Not because their secure/bored/unimpeded life, melainkan karena biarawati punya sesuatu yang pasti.
Titik teranglah yang akan dicari saat kegelapan tidak memberi pilihan.



had taken from : Biarkan Evita dengan Adolfnya [PART 1]
kisah ini fiksi. kesamaan nama tokoh atau tempat merupakan ketidaksengajaan.